Jumat, 15 Mei 2009

IJTIHAD DAN PERMASALAHANNYA

IJTIHAD DAN PERMASALAHANNYA

Kalau kita melihat bahwa fiqih itu ialah semua hukum yang diperoleh dari kitabullah dan sunah rosullah dengan penggalian ijtihad maka sangat perlulah kita mengetahui apakah ijtihad itu?

Oleh karena syari’at Islam adalah syari’at yang berdasarkan wahyu Allah yang digali dari dasar-dasar yang pokok baik yang dinukil dari nabi seperti al-Qur’an dan as-sunah ataupun yang dihasilkan oleh aqal/pikiran seperti ijma,qiyas, isthisan dan lain-lain. Maka tampillah ijtihad menjadi jalur yang harus ditempuh untuk mengistimbathkan hukum dari pada dalil-dalil itu dan cara yang harus ditempuh untuk menentukan batasan yang dikehendaki oleh mu’amalah dan kebutuhan-kebutuhan lain.

Faktor inilah yang menyebabkan sehingga ijtihad itu menjadi penggerak yang sangat dibutuhkan dalam sejarah pertumbuhan tasyri’. Para ulama mujtahidin berpegang dengan nash apabila mereka menemukannya selain itu juga mereka menggunakan ijtihad ketika mereka tiada menemukan suatu hukum .

Definisi ijtihad…..

Artinya : ijtihad itu ialah mengarahkan segala kesanggupan untuk mengistimbathkan hukun syar’i menurut yang telah dinilai dalil oleh syara.

Yang dimaksud dalil ialah kitabullah (Al-Qur’an) dan sunah rasulallah (Hadist). Dan kadang ijtihad semakna dengan Qiyas seperti kita berkata : ijahada fulanun artinya qasa fulanun. Artinya si fulan berijtihad sama dengan sifulan berqiyas.

Namun ijtihad dalam artian yang pertama lebih luas dari pada artian yang kedua sebab didalamnya meliputi tiga bentuk :

A. Bentuk pertama ialah penggambilan hukum dari dhahir nash kalau hukum suatu itu dicakup oleh nash tersebut setelah melihat keumuman dan kekhususan mutlaq dan muqayyad nasikh mansukhnya dan lain-lain yang ada hubungannya dengan istimbath dari lafal-lafal itu.

B. Bentuk kedua ialah penggambilan hukum berdasarkan maq’bulnya suatu nash seperti terdapat pada suatu hukum illat yang jelas ada hubungannya dengan nash itu kemudian boleh dan tidaknya suatu hukum itu bergantung kepada illatnya itu.

C. Bentuk ketiga ialah diperolehnya qaidah-qaidah atas suatu kejadian umum yang diperoleh dari dalil-dalil yang berbeda-beda didalam Al-Qur’an atau sunah dan pada umumnya disebut sebagai isthisan, masalihul mursalah dan lain-lain.

Hal ini melihat bahwasanya kitab al-Qur’an dan sunah keduanya merupakan sumber hukum yang asasi bagi per-undang-undangan agama islam dimana telah jelas bahwa rasulullah SAW sendiri berijtihad dan memberi izin kepada sahabat-sahabatnya didalam menghadapi kejadian-kejadian yang berbeda-beda.

LAPANGAN LAPANGAN IJTIHAD

Secara ringkas lapagan ijtihad ada dua yaitu, perkara yang tidak ada nash (ketentuan) sama sekali.perkara yang ada nashnya tetapi tidak qath’i wurud dan dalahahnya.

Pembatasan lapangan ijtihad seperti ini sama sekali dengan apa yang diikuti oleh system hukum positif karena selama undang-undang menyatakan dengan jelas maka tidak boleh ada pena’wilan dan perobahan terhadap nash-nashnya dengan dalil bahwa jiwa undang-undangnya menghendaki adanya perobahan tersebut. Sekalipun seandainya hakim sendiri berpendapat bahwa undang-umdang tersebut tidak mencerminkan rasa keadilan karena sumber undang-undang tersebut adalah majelis per-undang-undangan sendiri sedang wewenang hakim hanya terbatas pada pemberian keputusan berdasarkan undang-undang tersebut bukan untuk mengadili undang-undang itu sendiri. Perlu kita ketahui bahwa ijtihad seorang mujtahid tidaklahselamanya sama dengan hasil mujtahid lainnya. Hal ini disebabkan banyak faktor antara lain :

A. Perbedaan pengkajian dan penggambilan suatu dalil dan system yang dipakainya.

B. Situasi masyarakat dan lingkungan dimana seorang mujtahid itu tinggal hal ini sangat mempenggaruhi seorang mujtahid didalam berijtihad.

C. Sejauh mana kebijaksanaan dan wawasan ilmu Islam yang dimiliki oleh seseorang mujtahid.

HUKUM IJTIHAD DAN SYARAT IJTIHAD

DR.Muhammad sallam Madkur didalam kitapnya Manahijul ijtihadi fil islam dijelaskan bahwa :

Ijtihad dan berijtihad hukumnya wajib bagi yang telah mempunyai keahlian dan memiliki sekian banyak dari syarat-syarat ijtihad.

Tetapi ada ulama membagi hukun ijtihad itu kepada tiga bagian sebagaimana berikut ini :

1. Wajib ain bagi seseorangyang ditanya tentang sesuatu peristiwa, sedang peristiwa tersebut akan hilang sebelum diketahui hukumnya begitu pula apabila peristiwa tersebut dialami sendiri oleh seorang dan ia ingin mengetahui hukumnya.

2. Wajib kifayah bagi seseorang yang ditanya tentang sesuatu peristiwa dan tidak dikhawatirkan hilangnya peristiwa tersebut sementara selain dirinya juga masih ada mujtahid lainnya.

3. Sunat yaitu ijtihad terhadap sesuatu peristiwa yang belum terjadi baik ditanya atau tidak.

SYARAT-SYARAT IJTIHAD DAN MUJTAHID

Bagi siapa saja dari golongan ulama Islam yang ingin melakukan ijtihad maka harus memenuhi beberapa syarat sebagai berikut ini :

1. Seorang mujtahid harus mengetahui Al-Qur’an dan ilmu Al-Qur’an, sunah dan ilmu sunah, kalau ia tidak mengetahui salah satu dari keduanya maka ia bukan mujtahid. Jumlah ayat Al-Qur’an dan sunah yang harus diketahui menurut imam Ghazali dan ibnu Arabi ialah kurang lebih 500 ayat. Tetapi menurut imam Syaukani harus lebih banyakdari itu. Termasuk juga ayat-ayat cerita mengenai hadist/sunah sebanyak 3000 buah ada yang mengatakan harus mengetahui 1200 buah hadist. Tetapi menurut imam syaukani ia harus mengetahui sejumlah hadist yang terdapat didalam kitab-kitab hadist. Yang umum kita tau dua yang shahih dan empat sunan.

2. Mengetahui soal-soal ijma sehingga ia tidak memberikan fatwayang berbeda dengan ijma.

3. Mengetahui seperangkat ilmu bahasa Arab yang terdiri dari balaghahnya, badi’nya, bayannya, manthiqnya, arudhnya dan nahwu sharafnya.

4. Mengetahui ilmu ushul fiqih secara mantap karena ilmu ini merupakan dasar dan pokok didalam berijtihad.

5. Mengetahui ilmu-ilmu soal kemasyarakatan sebab penentuan hukum sangat erat hubungan dengan kehidupan masyarakat/lingkkungan/situasi.

PEMBAGIAN IJTIHAD

Garis besarnya ijtihad dapat dibagi kepada dua bagian, yaitu ijtihad fardi dan ijtihad jami’i.

1. Ijtihad fardi ialah…....

Artinya :

Setiap ijtihad yang dilakukan oleh perorangan atau beberapa orang tak ada keterangan bahwa semua mujtahid lainnya menyetujuinya dalam suatu perkara.

Ijtihad semacam inilah yang pernah dibenarkan oleh rasul kepada Muaz ketika menggutus beliau untuk menjadi qadhi di yaman dan sesuai pula yang pernah dilakukan Umar bin khatap kepada Abu musa al-asyary, kepada Syuraikh dimana beliau (Umar) dengan tegas mengatakan kepada Syuraikh

Artinya……

Apa-apa yang belum jelas bagimu didalam as-sunah maka berijtihadlah padanya dengan menggunakan daya pikiranmu.

Dan kata Umar kepada Abu musa al-asyary………

Artinya……

Kenalilah penyerupaan-penyerupaandan tamsilan-tamsilan dan qiyaskanlah segala urusan sesudah itu.

2. Ijtihad jami’i ialah…..

Artinya :

Semua ijtihad dalam sesuatu perkara yang disepakati oleh semua mujtahidin.

Ijtihad semacam ini yang dimaksud oleh hadist Ali pada waktu beliau menanyakan kepada rasul tentang urusan yang menimpa masyarakat tidak diketemukan hukumnya dalam Al-Qur’an dan sunah. Ketika itu nabi bersabda….

Artinya :

Kumpulkanlah untuk menghadapi masalah itu orang-orang yang berilmu dari masing-masing orang mu’min dan jadikanlah hal ini masalah yang dimusyawarahkan diantara kamu dan janganlah kamu memutuskan hal itu dengan pendapat orang seorang. (HR. Ibnu Abd barr)

Disamping itu Umar juga pernah berkata kepada Syuraikh….

Artinya…

Dan bermusyawarahlah (bertukar pikiran) dengan orang-orang sholeh.

Diriwayatkan oleh Maimun bin Mihran bahwasanya Abu bakar dan Umar apabila keduanya menghadapi sesuatu hal yang tidak ada hukumnya didalam Al-Qur’an dan sunah maka keduanya mengumpulkan tokoh-tokoh masyarakat dan menanyakan pendapat-pendapat mereka. Apabila mereka telah menyepakati sesuatu pendapat merekapun menyelesaikan hal itu dengan pendapat itu.

Contoh lain dari ijtihad jami’i ialah kesepakatan sahabat mendukung/mengangkat Abu bakar sebagai khalifah (kepala Negara) dan kesepakatan mereka terhadap tindakan Abu bakar yang menunjuk Umar sebagai penggantinya. Juga kesepakatan mereka mendukung anjuran Umar mengumpulkan/menulis Al-Qur’an dalam satu mushaf, padahal yang demikian itu belum pernah dilakukan dimasa nabi.

Inilah kedua macam ijtihad yang dibenar oleh syara dan dihargai dengan tinggi.

Imam abu hasan Muhammad bin yusuf berkata : ……….

Yang artinya

Sesungguhnya nash-nash agama walaupun banyak namun dia terbatas dalam arti tidak dapat menerima tambahan lagi sedangkan kejadian yang dihadapi manusia tidak berkesudahan untuk menghadapi kejadian-kejadian itu perlu kembali kepada ijtihad satu hal yang tidak dapat kita hindari didalam menghadapi setiap perkembamgan.

Dengan demikian benarlah apa yang dikatakan oleh ulama-ulama hambali bahwa tak satu masapun didunia ini kecuali didalamnya ada orang-orang yang mampu berijtihad dengan adanya orang-orang itu agama akan terjaga dan upaya pengacau agamapun terjaga imam abu zahrah berkata kita tidak mau siapa yang dapat menutup pintu yang telah dibuka oleh Allah bagi perkembangan akal dan pemikiran manusia bila ada orang berkata pintu ijtihad tertutup dimana dalilnya.

Pendapat tersebut diatas adalah benar berdasarkan hal-hal berikut :

1. Beberapa ayat Al-Qur’an memerintahkan agar manusia menggunakan akalnya dengan bebas atau dengan kata lain Islam menjamin hurriyatul fikri wal akli.

2. Al-Qur’an dan sunah memberikan bimbingan kepada manusia supaya akal dan pikirannya tidak tersesat dan juga memerintahkan supaya selama hidupnya manusia selalu mencari ilmu yang bermamfa’at

3. Al-Qur’an tetap utuh dan terpelihara untuk selamanya.

4. Bahan-bahan untuk memurnikan hadist dan sunanah nabi kian lengkap.

5. Ilmu alat untuk berijtihad kian lengkap dan kian memberikan kemudahan.

Semua ini menunjukan bahea Allah SWT senantiasa membuka pintu ilmu dan hidayahnya bagi manusia dan menunjukan bahwa pintu ijtihad itu tetap terbuka Rasulullah SAW bersabda ………

Artinya ……

Sesungguhnya Allah SWT akan membangkitkan disetiap penghujung seratus tahun di tengah-tengah ummat ini orang yang akan memperbaharukan agamanya. (H.R.abu dawud didalam sunannya dan Al-hakim didalam Al-mustadrak menurut Al-hafidh abu fadhli al-iraqi isnad hadist ini shahih)

Termasuk dalam pembaharu (mujaddid) dan pembela yang haq ini ialah orang-orang yang mampu berijtihad.

IJTIHAD DEWASA INI

Banyak orang berkata bahwa pintu ijtihad telah ditutup pendapat ini tidaklah benar melihat permasalahan-permasalahan yang timbul silih berganti didalam kehidupan masyarakat dari hari ke hari bahkan dari saat ke saat dimana masalah-masalah tersebut sangat perlu dan sangat erat hubungan denagan permasalahan-permasalahan yang kita sebutkan itu. Sebab ijtihad pada dasarnya adalah daya upaya karya otak para mujtahid untuk menemukan dalil hukum tentang sesuatu masalah yang tidak jelas nashnya didalam Al-Qur’an maupun didalam assunah.

Ulama ushul berkata …….

Artiya ….

Nash-nash telah tiada sementara peristiwa-peristiwa yang harus diselesaikan nash semakin menjadi-jadi.

Lebih jelas lagi imam Asysyahrastany berkata …………

Artinya ……..

Sesungguhnya segala kejadian peristiwa dan kejadian dalam ibadah , bidang ibadah dan mu’amalah termasuk hal-hal yang tak dapat dibatasi dihitung dengan yakin telah diketahui bahwa tidaklah datang nash-nash pada tiap-tiap kejadian dan tidak dapat digambarkan yang demikian, nash-nash apabila berkesudahan dan tatkala yang tidak berkesudahan tidak dapat diikat dengan yang berkesudahan, ketahuilah dengan yakin bahwa ijtihad dan qiyas waib diberi penghargaan supaya tiap-tiap kejadian ada ijtihad

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Google translate

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
by : BTF