Ini dongeng wayang yang saya terima dari orang orang tua,pada waktu itu resi bhisma menjelang ajalnya di kurusetra walaupun sekujur tubuhnya dipenuhi oleh panah yang dipanahkan oleh srikandi tapi dia belum mati, karena janjinya baru mau mati sesudah perang selesai.sekarang ini perang di menangkan oleh pandawa dan yudistira juga sudah dinobatkan jadi raja di hastinapura.jadi waktu itu resi memanggil cucu-cucunya(pandawa) mereka berkumpul di hadapan aki-aki yang belum juga mati itu menanyakan perihalnya menjadi raja di hastinapura sesudah itu resi memberikan wejangannya:
1.wejangan pertama
Bhisma : cucuku yudistira apa kau telah di nobatkan menjadi raja?
Yudistira : sudah eyang, mohon doa restu, agar hamba selalu tabah menunaikan kewajiban.
Bhisma : eyang selalu mendoakan kalian dan senantiasa di lindungi oleh maha kuasa. Namun itu semua bisa menjadi tak ada artinya , bila yang di doakan tidak menjalankan hukum tuhan di muka bumi (ingkar).yang penting bagi keselamatan manusia di alam dunia dan alam akhirat itu ialah perbuatan kita sendiri, bukan begitu cucuku. Waspadalah cucuku, kau sebagai raja jangan hanya memandang kepada orang-orang yang berkedudukan tinggi (kaum bangsawan,kaya raya). Penglihatanmu harus di arahkan kepada kaum kecil,yaitu rakyat jelata.oleh karena negeri-negeri manapun di seluruh dunia,yang terbanyak penduduknya pastilah rakyat jelata. Maju mundurnya suatu negeri itu di nilai dari kehidupan rakyatnya, bukan dari kemewahan yang memerintah negeri itu. Kekuasan rakyat itu laksana air danau yang tenang namun sewaktu-waktu dapat memusnahkan lembah-lembah yang subur. bila tanggulnya kurang kokoh,air danau akan mendombrak dengan kekuatan yang dahsat. eyang akan menceritakan suatu perumpamaan semoga cucuku dapat mengambil hikmahnya, begini ceritanya:
Ada seekor burung nuri yang hidup di atas pohon, pohonnya rindang buah-buahnya lezat dan tidak habis-habisnya, sehinggga mengundang banyak burung lain yang menetap di pohon itu. Burung nuri itu hidup selamanya di pohon itu dan tak mau meninggalkannya. Pada suatu saat datanglah seorang pemburu yang terkenal mahsyur dan panah-panahnya sangat berbahaya dan beracun (ampuh) sudah sekian lama pemburu itu belum juga menemukan buruannya. Tiba-tiba di dekat pohon tempat nuri itu hidup ada seekor rusa yang tengah merumput.langsung saja pemburu itu mengendap-endap mendekati rusa tersebut, namun ia tak dasar bahwa dirinya berada di lintasan angin.di panahlah rusa tersebut namun sayang meleset panahnya mengenai pohon tempat si nuri itu hidup, racunnya panah tersebut menjalar ke seluruh pohon itu, tak berapa lama pohon itu mulai rontok daun-daunnya sampai kering, sehingga burung lain banyak yang meninggalkan pohon tersebut hingga hanya si nuri saja yang tetap di situ. Dia tak tergoyahkan oleh bujuk rayu teman-temannya, hati tak mengijinkan tuk meninggalkan pohon yang sedang sakit itu, yang pernah melindunginya dari terik,hujan, dan memberinya makan,ia lahir,besar di pohon tersebut, dia bertekad untuk tetap bersama pohon tersebut. Si nuri yang indah itu kini mulai menjadi buruk rupa, bulunya mulai rontok seperti ranting-ranting pohon itu. Berkat kekuatan budi luhur nuri itu menggetarkan kahyangan tempat bersemayamnya hyang siwa. Segeralah hyang siwa memanggil batara indra, indra tanyakan kepada nuri itu, sampai ia dapat mengetarkan kahyangan ? (kata hyang siwa) bebaskanlah ia dari penderitaan dan laksanakan apa yang ia cita-citakan. Tak berapa lama turulah indra ke macapada(bumi) sampai di dalam rimba dewa indra berganti wujud menjadi seorang brahmana selanjutnya menuju ke pohon tempat nuri tersebut.
Brahmana : aku heran dengan perbuatan mu, untuk apa bertengger di situ. Kedinginan kepanasan tanpa makan ? apakah tidak ada tempat lain yang layak, lihat sekeliling mu masih banyak pohon yang rindang……jangan berbuat bodoh, nuuurii.
Nuri : oh…….engkau brahmana jangan menyebut aku bodoh, aku sadar akan perbuatan ini, engkau sebagai seorang brahmana pasti tau arti berterima kasih, seorang yang berbudi harus mendambakan arti berterima kasih. Aku hidup di pohon ini sejak dari telur sampai dewasa ini, bila lapar aku makan buahnya, bernaung dari terik matahari, kehujanan, sekarang pohon ini sedang sakit. Pantaskah saya meninggalkannya…..habis manis sepah di buang.
Brahmana : namun bila ka uterus di sini apa hasilnya kelak untuk mu ?
Nuri : tidak ada hanya menunggu kematian bersama pohon ini yang pernah berbudi baik kepada ku. Kurasa brahmana akan lebih luhur budinya dari pada seekor burung maka janganlah mengatakan aku mahluk bodoh.
Brahmana : perkataan mu benar sekali nuri, oleh karena itu aku sanggup menolong mu, apa yang menjadi keingginan mu.
Nuri : sembuhkan pohon ini seperti sedia kala.
Seketika itu sembuhlah pohon itu. Brahmana tadi menghilang dari si nuri. Pohon tersebut seperti sedia kala dan nuri juga sehat kembali seperti semula. Bulu-bulunya mengkilap seperti kuning emas permata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar